Tuesday, July 2, 2013

Gus Dur dan Pencari Puntung Rokok

Jenis pekerjaan yang dilakoni oleh seseorang umumnya menunjukkan identitas dan kapabilitas yang dimilikinya. Semakin tinggi jabatan yang dimiliki, orang akan semakin hormat.

Tetapi ada orang tertentu yang menjalani sebuah pekerjaan demi sebuah tugas besar, meskipun dalam pandangan manusia, pekerjaan yang dijalani ini pekerjaan remeh, bahkan terkesan dihinakan.

Kisah Gus Dur dengan pencari puntung rokok, yang dalam bahasa Jawa biasa disebut ngolei tegesan, masih menjadi bagian dari pengalaman pribadi yang dituturkan oleh santri Gus Dur, Nuruddin Hidayat. Kisah penuh nilai-nilai moral ini bercerita tentang sebuah komitmen besar mencari sosok pemimpin bangsa yang tegas.

Nuruddin, yang biasa dipanggil Udin ini bercerita, kisah pertemuanya dengan sosok pencari puntung rokok yang dihormati Gus Dur ini bermula ketika ia pulang kampung di Demak, beberapa tahun lalu pada momentum lebaran.

Saat di rumah, ia menyempatkan diri untuk silaturrahmi kepada Kiai Hambali di Lasem, salah satu kiai disana yang cukup disegani masyarakat. Saat pulang dari rumah kiai tersebut, ada satu orang yang ingin menumpang kendaraan karena ingin pergi ke masjid Menara Kudus.

Bersama orang itulah, dalam perjalanan pulang, ia diajak ke rumah pencari puntung rokok yang posisi rumahnya di perbatasan Kudus dan Jepara. Sayangnya, pertemuan tersebut gagal karena tuan rumah sedang melawat ke cucunya yang meninggal akibat kecelakaan.

Esoknya, ia sendirian kembali mengunjungi orang tersebut, sebut saja Mbah SN, yang dikampungnya dikenal sebagai dukun Jawa, yang bisa mengobati sakit ringan, seperti sakit anak-anak yang rewel karena diganggu makhluk halus.

Karena pekerjaannya hanya sebagai pencari puntung rokok, kondisi rumahnya juga sangat memprihatinkan. Rumah yang dihuni layaknya gubuk, terdapat sebuah kandang kambing di sebelah rumah, sebuah sumur kuno dan langgar yang sudah mau roboh.

Dalam pertemuan tersebut, ia mengaku dari pesantren Ciganjur, santrinya Gus Dur dan bercerita panjang lebar soal pesantren dan Gus Dur. Ketika pamit pulang, orang tersebut titip salam buat Gus Dur.

Pasca Lebaran, ketika kembali ke pesantren Ciganjur, Udin menceritakan pertemuannya dengan pencari puntung rokok Mbah SN ini dengan Gus Dur, tentang rumahnya yang sederhana dan langgar yang mau roboh.

Langsung saja Gus Dur motong, “Oh ya, ada orang seperti itu di perbatasan Kudus dan Jepara. Yo wis kapan-kapan kita ke sana”

Gus Dur selanjutnya menjelaskan perilaku orang yang mendedikasikan diri untuk mencari puntung rokok. “Niku pendamelane pados tegesan, itu artinya, dia mencari pemimpin yang tegas, nek wis ketemu yo mari (kalau sudah ketemu orangnya, ia berhenti mencari puntung.”

Sayangnya, sampai akhir hayat, Gus Dur belum sempat untuk bersilaturrahmi dengan mengunjungi rumah Mbah SN.

Di lain waktu, Udin kembali menyempatkan diri berkunjung ke rumah Mbah SN dan disela-sela obrolannya, ia menanyakan, apa pernah bertemu dengan Gus Dur, Mbah SN pun menjawab “Yo tau (ya pernah)
Tetapi ketika ditanya bagaimana bisa bertemu dengan Gus Dur dalam kondisinya yang seperti itu, ia tak menjawab, hanya tertawa saja.

Ketika Pilgub Jawa Tengah, Udin juga menanyakan kemungkinan menang-kalahnya satu kandidat yang akan maju, yang kebetulan berkultur NU. Orang tersebut juga mampu menjawab dengan tepat. (mkf)

No comments:

Post a Comment